Mimpi Jadi Apoteker, Nyatanya Wartawan

Matapena.net – Setiap manusia memiliki mimpi dan cita-cita yang dibangun sedari kecil. Ada sebagian mimpi dan cita-cita itu menjadi kenyataan seperti  skenario film yang sudah tersusun begitu apik, sudah tahu awal dan akhirnya akan seperti apa. Namun, tidak sedikit juga yang mimpinya justru hanya sebatas mimpi saja. Skenario Tuhan lebih dahsyat.

Mimpi jadi apoteker, malah jadi wartawan. Hal ini dialami  Suprianto, lelaki bertubuh gemuk dengan tinggi kurang lebih 160 cm. Ayah dua anak ini, saat ini tercatat sebagai salah satu jurnalis harian Posko Manado, Biro Bolsel. Malang melintang di Dunia jurnalistik, sesungguhnya bukanlah mimpi atau cita-citanya

Pria kelahiran Kotamobagu, 4 Mei 1989 ini, mengawali kariernya sebagai salah satu karyawan perusahaan provider di Kota Jayapura sejak lulus SMA 2006 silam.

Salah satu kisah tak terlupakan menurut suami dari Inka Noviyanti Korompot ini adalah, hidup di rantau seorang diri tanpa sanak saudara, dengan kondisi yang sulit di gambarkan dengan kata-kata. “Tidur tanpa alas di Kantor, makan mie instan, dan tak punya saudara ataupun kerabat. Itu hal paling menyedihkan yang sulit saya lupakan,” ucapnya lirih.

Kurang dari 2 tahun bertahan di perantauan, akhirnya lelaki yang hobi makan bakwan ini memutuskan untuk pulang ke Sulut, mengejar cita-citanya menjadi apoteker. Meski hidup dari keluarga sederhana, Anto mendapat kesempatan untuk mewujudkan mimpinya dengan masuk ke salah satu Sekolah Tinggi Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah, di Manado, jurusan Farmasi. Melihat kondisi keuangan keluarga yang tidak memungkinkan, Anto memutuskan kuliah sambil kerja.

Berkat bantuan temannya, Pria berselara humor tinggi ini, diterima disalah satu Perusahan media tempat ia bekerja sampai saat ini. Harian Posko Manado. “Waktu masuk Posko Manado, saya belum menjadi wartawan. Saya dipercayakan oleh Pemimpin redaksi sebagai salah satu design grafis,” kata Anto.

Sulung dari 6 bersaudara buah cinta pasangan Suwardi dan Heriani Mandong ini mengisahkan, menjadi design grafis dengan keterbatasan yang dimiliki tidak membuatnya merasa tidak percaya diri. Karena dirinya sudah memiliki dasar-dasar design grafis yang ia pelajari secara otodidak. Tidak ada hal yang mustahil. Asalkan mau belajar dan punya kemauan.

Setelah kurang lebih hampir 2 tahun menjadi design grafis, ia diajak bergabung di divisi redaksi dengan penugasan sebagai reporter pos liputan angkatan di Manado. “Ini juga adalah pengalaman baru bagi saya. Cita-cita jadi apoteker, nyatanya masuk ke perusahaan media dengan tugas awal sebagai design grafis dan kemudian ditugaskan sebagai reporter. Oke, ini tantangan. Satu hal yang saya yakini, tidak ada yang mustahil jika kita ingin belajar. Ini jalan hidup yang harus saya jalani,” cerita Anto penuh semangat.

Dunia jurnalistik ternyata mampu mengubur impiannya. Setelah 6 bulan menggeluti tugasnya sebagai reporter di Manado, oleh Pimpinan redaksi, ia ditugaskan sebagai kepala Biro di Minahasa tenggara pada 2012, yang kemudian di tugaskan lagi sebagai kepala biro Bolsel pada 2013 sampai sekarang.

“Menjadi jurnalis tidak pernah terlintas dalam benak saya. Teruslah belajar, tetap semangat, jangan mengeluh, jalani hidup dengan ikhlas, dan jangan lupa bersyukur. Pisau jika tidak sering di asah, akan tumpul,” pesan ayah dari Shezan Syafiqa Farnaz, dan Aulian Avicena Firnaz.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *