Oleh:
Alya Melan Anggraini Suwae
(Mahasiswa Program Studi S1 Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia)
DIALOG mengenai permasalahan sampah di Indonesia bukanlah suatu topik yang asing bagi masyarakatnya.
Permasalahan ini sering dijadikan sorotan yang memicu beragam macam upaya penyelesaian dilaksanakan, mulai dari kampanye untuk membuang sampah pada tempatnya sampai aksi sosial yang diadakan oleh individu atau kelompok masyarakat tertentu.
Dalam satu waktu, upaya-upaya tersebut berhasil menekan angka pencemaran sampah namun sayangnya tidak berlangsung lama.
Kebiasaan-kebiasan masyarakat yang diperkuat oleh mindsetnya menjadi salah satu alasan mengapa hasil tersebut belum bisa dipertahankan.
Terlebih, kurangnya penegakan hukum terhadap oknumoknum nakal yang mencemari lingkungan menempatkan penyelesaian masalah ini berada di urutan yang ke sekian atau bukan suatu prioritas.
Kedua faktor tersebut hampir berlaku di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk di Kota Kotamobagu.
Kebanyakan masyarakat Kota Kotamobagu masih mengadopsi mindset bahwa sampah bukan tanggung jawab pribadi melainkan pemerintah atau orang lain.
Pemikiran ini dapat dibuktikan dengan keberadaan cabang pohon di tempat sampah umum untuk limbah rumah tangga walau telah dilarang oleh perangkat desa.
Kemudian adanya tumpukan sampah di samping jalan raya dan tempat wisata yang diharapkan akan dibersihkan oleh petugas kebersihan atau warga setempat.
Padahal tumpukan sampah yang berserakan tersebut dapat memicu berbagai dampak negatif seperti wabah penyakit.
Berdasarkan pernyataan Sekretaris Jenderal Kementrian Kesehatan, Oscar Primadi, sangat mungkin perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti, penyebab demam berdarah, terjadi di botol bekas atau plastik-plastik bekas minuman lainnya (Kemenkes, 2019).
Lebih lanjut, di Kotamobagu masih terdapat banyak permasalahan sampah lainnya misalnya pembuangan sampah di sungai dan pembakaran sampah di tempat terbuka.
Tak bisa dipungkiri bahwa kedua cara di atas merupakan cara yang paling mudah untuk menghilangkan sampah, namun cara-cara tersebut memiliki sumbangsih yang besar dalam rusaknya lingkungan.
Terjadinya pemanasan global, banjir, kualitas air dan udara yang menurun, kemudian teracuninya hewan di sungai yang menjadi berbahaya untuk dikonsumsi adalah dampak-dampak yang bisa dirasakan manusia akibat ulah manusia sendiri.
Permasalahan sampah tentunya tidak hanya sampai disini saja melainkan akan bertambah seiring waktu jika tidak ditangani dengan baik.
Oleh karenanya, perlu diadakan upaya-upaya khusus untuk menanganinya agar tercipta lingkungan yang sehat bagi seluruh elemen masyarakat.
Upaya-upaya tersebut dapat berupa meningkatkan kesadaran masing-masing pribadi, memberikan edukasi serta mengadakan layanan yang bervariasi bagi masyarakat setempat.
Solusi lain yang dapat dijalankan adalah dengan penegakan hukum melalui pemberian sanksi bagi oknum pencemar lingkungan.
Untuk membangun kesadaran masyarakat yang mumpuni, diperlukan pengadaan edukasi secara berkala bagi semua lapisan masyarakat.
Edukasi yang disampaikan akan disesuaikan terlebih dahulu dengan usia penerima edukasi.
Bentuk edukasi yang diberikan dapat berupa pengenalan lingkungan, reminder seberapa penting dan besar pengaruh lingkungan terhadap manusia, pemanfaatan lingkungan yang baik dan benar, keadaan lingkungan di masa kini, serta kiat-kiat menjaga dan melestarikan lingkungan di masa-masa krisis.
Kemudian untuk pelayanan adalah bagian yang bisa digencarkan oleh pemerintah.
Pelayanan dapat dilaksanakan sama seperti sebelumnya yakni dengan sistem sanitary landfill, dengan variasi tambahan seperti rumah kompos dan bank sampah.
Variasi ini perlu ditambahkan mengingat Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Kotamobagu dikabarkan hampir penuh (Media Totabuan, 2021).
Dengan adanya variasi ini, sampah-sampah yang masih berguna dapat ditingkatkan nilainya.
Contohnya adalahpemanfaatan botol plastik menjadi eco-bricks berbentuk kursi dan meja yang nantinya akan diletakkan di taman.
Hal ini dapat berguna bagi masyarakat Kotamobagu yang gemar menghabiskan waktunya di taman sekitar tanah lapang. Selain eco-bricks, terdapat sampah organik yang bisa diubah menjadi pupuk kompos.
Pupuk kompos dapat menjadi keuntungan bagi para petani di Kotamobagu karena di samping kandungannya yang lebih aman, pupuk ini juga berguna untuk memperbaiki tekstur tanah dan pH tanah menjadi lebih baik.
Manusia dan alam sungguh bergantung kepada satu sama lain, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Q.S. Hud Ayat 61, manusia tercipta dari bumi (tanah) dan dijadikan oleh-Nya sebagai pemakmur bumi.
Maka sudah seharusnya manusia berperilaku baik terhadap alam yang merupakan bagian dari dirinya sendiri. Kotamobagu mungkin tidak seperti ibu kota Indonesia dimana banjir meluap dimana-mana akibat sampah yang berserakan.
Jauh dari muara menjadikan Kotamobagu dapat dibilang aman atau mungkin berpotensi terimbas namun dalam skala kecil.
Tapi, bukan berarti dampak lain tidak akan mendatangi Kotamobagu apabila masalah sampah masih tidak ditanggapi dengan serius.
Bukan mewanti-wanti datangnya bencana melainkan bersiaga bahwa ancaman bencana bisa hadir jika masih berada di kebiasaan yang sama.
Oleh karena itu, kesadaran diri dan kebiasaan menjaga lingkungan perlu ditanamkan.
Dengan kontribusi masyarakat serta didukung oleh kebijakan pemerintah, Kotamobagu bisa membuktikan bahwa Kotamobagu adalah benar-benar Kota Adipura yang membanggakan.
***
===================================
Penulis merupakan Mahasiswa Program Studi S1 Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia.
Email: alyaanggraini28.aa@gmail.com